top of page
Search
Writer's pictureSpectrum April

Mama- Bapak

Updated: Mar 25, 2023




Mama adalah ibu rumah tangga berumur 59 tahun. Sehari-hari beliau mengurus bapak (68) dan rumah sambil giat memperhatikan pemasukan dan pengeluaran keuangan kios kecilnya yang dibangun di samping beranda. Mama yang merupakan lulusan SMA Swasta katolik di surabaya, hidup berkecukupan karena orang tuanya mengabdi sebagai tentara angkatan darat dan juga pegawai farmasi. Mama pernah cerita tentang mimpinya yang ingin kuliah setelah lulus SMA. Sayang sekali mimpinya harus dia ikhlaskan karena nenek merasa pendidikan di bangku kuliah tidak begitu penting seperti halnya nenek yang bisa berkarir dan bergaji lumayan tanpa meski kuliah di jaman itu. Nenek memberi mama berbagai kursus keterampilan seperti menjahit, memasak, dan menulis. Kata Mama, dia mendapat semua yang nenek berikan, tapi tidak dengan yang ingin sebenarnya mama rasakan. Tapi lambat laun mama mengerti bahwa keputusan yang dibuat pada saat itu selalu punya sisi postif untuk kehidupannya di masa depan, salah satunya adalah menjadi orang yang melahirkan saya dan kakak serta adik. Setelah disinggung mama berkali-kali dalam cerita aktivitasnya sebagai penulis muda di sekolah, saya menjadi sadar bahwa saya jatuh cinta kepada sastra karena pada darah mama, aksara indah Jawa dan Indonesia telah dia rimakan dalam tulisan yg dia muat di koran sekolah SMP-SMAnya dulu.

Saat mama menuju masa dewasanya, dia berdoa mohon petunjuk Tuhan untuk hal besar dalam hidup yang dia nanti-nantikan. 28 Oktober 1987, dia dipinang untuk menjadi istri seorang guru honorer di pulau kecil nan terpencil bernama Flores. Pernikahannya diberkati di Gereja Katedral Ende dengan penuh sukacita. Dihadiri kelurga besar, mama sah menjadi seorang istri. Hadiah pernikahan mereka adalah berita bapak mendapat SK lulus sebagai Pegawai Negeri Sipil. Bersama bapak, jatuh bangun mereka lalui, dari rumah berdinding bambu satu lapis dengan tanah sebagai lantainya. Hingga rumah berdinding bambu dua lapis dengan lantai semen kasar. Mama yang masa mudanya hidup dalam kecukupan harus bertarung melewati proses akulturasi budaya dan situasi ekonomi lemah dengan 3 putri dan 2 putra, yang mana tentu berat baginya.

"Bapak adalah menteri sosial", begitu kata mama seringkali kudengar. Kala bapak menerima uang gaji tambahan karena kelebihan jam mengajar, dia membagi-bagikannya kepada guru honorer di sekolah tanpa meminta ijin mama yang rupanya sedang menanti uang bulanan untuk membeli sekarung beras demi makan 30 hari ke depan. "Sakit" begitu kata mama. Dalam hidup yang serba kekurangan, mama juga harus pintar-pintar mengatur keuangan agar anak-anaknya makan porsi nasi yang sama meski tanpa lauk.

Saya masih mengingat jelas bagaimana saya, kakak ketiga, dan adik bungsu dipangku mama untuk disuapi makan malam. Saya masih terbayang bagaimana mama sering berbohong dulu saat mengatakan sudah kenyang, sementara perutnya bersuara "laparrr".

19 tahun berlalu di kampung yang sepi jauh dari kebisingan kota, Bapak akhirnya menerima berkat menjadi Pengawas sekolah di dinas pendidikan. Kami pindah ke kota dimana akhirnya aku tumbuh dewasa, Ende. Cerita baru dimulai dengan adik akhirnya masuk Taman kanak-kanak, kakak sulung merasakan bangku awal perkuliahan dan lain-lain. Selama perjalanan hidup kami di sini, baik Bapa dan Mama selalu menanamkan nilai-nilai tentang kebaikan dan pendidikan. Semua anak-anaknya harus sekolah, meski tagihan bank dan koperasi menghampiri. Di saat di bangku kuliah, kakak-kakak memberikan contoh yang baik bagi kami adik-adik hingga kami bisa sekolah dengan berkat Tuhan melalui beasiswa. Sampai beberapa anak bapak dan mama telah berkarir dan berkeluarga, saya dan bungsu masih terus berjuang untuk belajar. Mengesampingkan semua luka dan ketakutan masing-masing akan dunia agar baik bapak dan mama bisa selalu tenang dan bahagia di hari tuanya.

Pada suatu hari saat matahari beranjak ke barat disapu angin yang perlahan, seorang anak kecil lari ke pangkuan bapak yang tengah menyeruput teh sore. Sang anak berkata bagaimana dia ingin jadi anggota brimob dibandingkan menjadi seorang dokter. Bapak memeluknya manja, memberitahunya bahwa dia bisa jadi apapun di dunia ini asalkan berguna bagi orang banyak disekitarnya. Saya melihat bagaimana mama tersenyum dari meja dapur sambil mengelap piring yang habis dicuci, dari raut wajah tergambar jelas dia sedang berdoa untuk segala angan yang sedang dirangkai dalam percakapan sederhana itu. Anak kecil tadi adalah cucu pertama mereka dari kakak sulung saya.

Hari-hari berat telah datang dan berlalu baik yang dirasakan seluruh keluarga maupun badai yang hadir di pribadi masing-masing dari kami yang punya duka sendiri di dalam hati. Di saat saya seringkali berdoa minta dijauhkan dari kesulitan dunia, mama dengan bijaknya selalu bilang bahwa mintalah kekuatan ke Tuhan untuk dapat melalui gelombang hidup, jangan minta Tuhan meniadakan salib, sebab Tuhan lebih bijak dan beban salib semua orang memang tak akan pernah terelakkan. Saya membuka mata bahwa mama benar. CaraNya, jalanNya, kuasaNya selalu penuh misteri dan Dia kerjakan lewat orang-orang sekitar.

Mama, bapak, indah nama mereka. Terima kasih sudah membawa terang di jalan kami yang gelap gulita. Maafkan anakmu yang jauh dari sempurna. Mari kita lewati tanda tanya alur hidup sama-sama, saling pegang tangan dalam doa.


RA, Agustus 2022, Yogyakarta.

237 views0 comments

Comments


Post: Blog2_Post
bottom of page