"I am leaving” bukan sebuah pamit yg ditujukan bagi kekasih. Judul ini kupilih dengan alasan terabstrak yang barangkali tak begitu menarik di mata beberapa orang.
Aku telah hampir melewati 22 tahun hidup ini, menjelajahi kisah dan tumbuh bersama waktu serta orang-orang di dalamnya yang dinamis setiap hari berganti hari. Pola pikir, postur tubuh, tingkat kedewasaan jiwa, pemilihan diksi pada tulisan, penggunaan intonasi dan gaya bicaraku berkembang tanpa sadar kadang-kadang. Aku menyadari bahwa aku masih belum bisa mendefinisikan siapa diriku, apa sebetulnya makanan kesukaanku, atau bahasa cintaku. Lebih dari itu, aku masih belum selesai mengukir garis-garis bayangan akan siapa aku di masa depan, tak peduli meskipun I am the one holding the pen. Pernah di beberapa waktu, aku merasa begitu lelah dengan pencarian jati diri. Bahkan kini, terkadang, rasanya masih selalu melelahkan. Aku ingat kembali bahwa jalan di depan mataku ada beribu-ribu. Tinggal bagaimana kaki ini berkorelasi dengan otak dan hati untuk jatuh pada satu opsi.
Masalahku adalah ketakutanku untuk mengajak semua elemen diri bersatu. Imajinasiku sudah duluan liar mengenai ngerinya kata “kegagalan”. Beberapa waktu yang lalu aku tahu aku diselimuti semangat luar biasa megah yang Tuhan tanamkan bersama doa-doa ayah Ibu kakak adik saudara/I sahabat dan orang baik lainnya. Hari ini, memori gagal yang dulu kualami di beberapa situasi seolah kembali dan menyapa “Haiii”. Kultur ditertawakan orang lain atas kegagalan begitu menyedihkan dulu kurasa. Lalu aku, diriku, kapasitas otakku yang neuronnya tak bekerja maksimal ini, apakah cukup mampu untuk keluar dari zona nyaman dan bertarung dengan segala keterbatasan? Seperti apa masa depanku kelak? Seperti apa perjalanan yang akan kulalui? Sebesar apa rasa syukur yang setiap harinya kupanjatkan kehadirat Tuhan?
Yang juga kuakui, orang-orang di sana itu, yang senang membagikan unggahan kata-kata bijak di berbagai media sosial, mereka telah berperan menambahkan warna baru setiap aku turut membacanya. Keluargaku, yang namaku disebut diam-diam dalam doa mereka, kurasa juga adalah alasan hari ini beberapa mimpi tercapai. Abu-abu dalam kepalaku ini berubah dan perlahan sedikit bercorak. Kurasa ketakutanku pelan-pelan memudar, tak hilang semua memang. Meski begitu aku ingin mneguatkan diriku bahwa ketidakpercayaan diri, prokrastinasi, dan ketakutan akan kompetisi adalah hal-hal yang dapat merusak proses meningkatkan kualitas diri. So, I’m leaving dari hal-hal tersebut. Betapa ruginya pikiran dan tubuhku jika terpaku pada ketakutan yang tidak nyata.
Sending love #RA
Comments